JAKARTA (HR)- Presiden Joko Widodo akhirnya melunak soal tuntutan mahasiswa dan masyarakat untuk mencabut Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi hasil revisi. Jokowi yang sebelumnya menolak mencabut Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi, kini mulai mempertimbangkan untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu).
"Berkaitan dengan UU KPK yang sudah disahkan oleh DPR, banyak sekali masukan yang diberikan kepada kita, utamanya masukan itu berupa perppu," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (26/9).
"Tentu saja ini kami hitung, kalkulasi dan nanti setelah itu akan kami putuskan dan sampaikan kepada senior-senior yang hadir pada sore hari ini," ujarnya.
Pernyataan ini disampaikan Jokowi usai bertemu puluhan tokoh di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (26/9). Dalam pertemuan yang berlangsung dua jam itu, Jokowi mengaku mendapat masukan dari para tokoh untuk menerbitkan Perppu KPK untuk menjawab tuntutan mahasiswa. Hadir dalam kesempatan itu, sejumlah tokoh di antaranya mantan pimpinan KPK, Erry Riana Hadjapamekas, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, serta pakar hukum Tata Negara Feri Amsari dan Bivitri Susanti. Hadir juga tokoh lain, seperti Goenawan Mohamad, Butet Kartaradjasa, Franz Magnis Suseno, Christine Hakim, Quraish Shihab, dan Azyumardi Azra.
Jokowi memastikan akan mempertimbangkan masukan dari para tokoh itu. "Akan kami kalkulasi, kami hitung, pertimbangkan, terutama dalam sisi politiknya," ujar Jokowi. Namun, Jokowi belum memberi kepastian kapan ia akan mengambil keputusan terkait penerbitan Perppu ini. "Secepat-cepatnya dalam waktu sesingkat-singkatnya," katanya.
Jokowi sebelumnya bersikukuh tak akan menerbitkan Perppu untuk membatalkan penerapan UU KPK yang telah disahkan DPR dan pemerintah, bahkan dua kali penolakan itu terlontar. Penolakan pertama disampaikan Jokowi langsung di Istana Kepresidenan, Senin (23/9). "Enggak ada (penerbitan Perppu KPK)," kata Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta.
Begitu pula Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly yang menegaskan Presiden tak akan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) sebagai pengganti hasil revisi UU KPK. Menurutnya, masyarakat yang menolak UU KPK dapat menempuh jalur konstitusional dengan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ia meminta agar masyarakat menghargai mekanisme konstitusional yang ada di negara hukum ini.
Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD menilai penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) menjadi jalan keluar terakhir guna mengatasi persoalan undang-undang yang saat ini menjadi perdebatan seperti UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Diketahui, desakan Presiden menerbitkan Perppu KPK menjadi salah satu tuntutan demo mahasiswa. "Opsi kalau memang terpaksa Presiden membuat Perppu. Tentunya berdasarkan kegentingan situasi," kata Mahfud MD di Jakarta, Kamis.
Proses pembuatan Perppu tersebut, kata dia, memang diatur dalam Undang-undang Dasar Pasal 22 ayat 1 yang menjabarkan, dalam ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak mengeluarkan Perppu. "Kalau memang terpaksa pilihannya Perppu ya bisa saja, kalau menurut pandangan presiden dalam situasi seperti sekarang ini genting, ya keluarkan Perppu," katanya.
Perppu, menurut Mahfud, bukan merupakan hal yang baru di Indonesia, di zaman kepemimpinan Presiden SBY pun, pemeriksaan pernah mengeluarkannya Perppu. SBY bahkan menerbitkan Perppu dua hari pascapengesahan undang-undang. "Tetapi Perppu berisiko, itu bisa pada masa sidang berikutnya ditolak, Perppu itu dibahas oleh DPR, DPR bisa menentukan itu ditolak atau diterima," ucapnya.
Mahfud lebih menyarankan pihak-pihak yang belum puas dengan UU KPK untuk menempuh jalur legislative review sebagai jalan tengah penyelesaiannya. "Kalau saya sih menyarankan legislative review saja, dan diagendakan dalam prolegnas, untuk dibahas kembali," katanya. Lewat proses tersebut semua pihak bisa kembali memberikan masukan penyempurnaan terkait pasal-pasal yang masih kontroversial. Legislative review itu, menurutnya, merupakan cara yang paling lembut atau lunak untuk ditempuh, artinya cara yang paling kecil potensi keributannya. "Jalan tengah ini bisa diprioritaskan pada awal pemerintahan dan DPR yang baru. Tetapi kalau tidak yakin misalnya, waduh sikap DPR seperti itu, maka bisa menempuh cara konstitusional lain, judicial review," ujar Mahfud.
Temui Mahasiswa
Presiden Joko Widodo (Jokowi) berjanji akan segera bertemu dengan para mahasiswa setelah aksi yang digelar di berbagai daerah beberapa hari terkahir ini. Menurutnya, pertemuan dengan para pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) akan digelar pada esok hari. "Besok kami akan bertemu dengan para mahasiswa. Utamanya BEM," ujar Jokowi saat memberikan pernyataan resminya.
Jokowi juga mengapresiasi mahasiswa yang menggelar aksi unjuk rasa di berbagai daerah untuk menolak revisi undang-undang yang dinilai bermasalah. Menurutnya, aksi unjuk rasa tersebut sebagai bentuk dari demokrasi di Indonesia. Ia juga mengatakan, aspirasi yang disampaikan dalam gerakan mahasiswa itu ditampung dan dipertimbangkan. Namun, ia mengingatkan agar aksi yang digelar mahasiswa berjalan damai dan tak anarkis. "Apresiasi saya terhadap demonstrasi yang dilakukan oleh para mahasiswa yang ini saya kira sebuah bentuk demokrasi yang ada di negara kita dan masukan-masukan yang disampaikan menjadi catatan untuk memperbaiki yang kurang di negara kita," kata Presiden.(kcm/dtc/rol)