Pakar Hukum: Tunda Pemilu 2024, PN Jakarta Pusat Langgar Konstitusi

- Jumat, 3 Maret 2023 | 10:47 WIB
Putusan PN Jakarta Pusat untuk menunda Pemilu 2024 berdasarkan hasil gugatan Partai Prima. (Dokumentasi KPU)
Putusan PN Jakarta Pusat untuk menunda Pemilu 2024 berdasarkan hasil gugatan Partai Prima. (Dokumentasi KPU)

HALUANRIAU.CO, JAKARTA - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan dari partai prima terhadap KPU RI terkait ketidaklolosan partai tersebut dan untuk seluruhnya dengan menghukum KPU untuk menunda tahapan Pemilu 2024 hingga Juli 2025.

Gugatan perdata tersebut diketok pada, Kamis (2/3/2023) itu dilayangkan oleh Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst pada 8 Desember 2022 lalu dengan hakim oleh ketua majelis hakim T. Oyong dengan hakim anggota H. Bakri dan Dominggus Silaban.

partai prima merasa dirugikan oleh KPU dalam melakukan verifikasi administrasi partai politik yang ditetapkan dalam Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu. Sebab, akibat verifikasi KPU tersebut, partai prima dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual.

Pengadilan menyatakan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum. KPU diminta membayar ganti rugi materiel sebesar Rp500 juta kepada partai prima.

Disisi Lain, dilansir dari CNN Indonesia, Pakar Hukum Tata Negara STIH Jentera Bivitri Susanti menilai bahwa PN Jakarta Pusat tidak memiliki wewenang untuk memutuskan penundaan tahapan pemilu 2024.

Lebih lanjut, Bivitri menegaskan bahwa PN Jakarta Pusat menurutnya telah melanggar konstitusi dimana penundaan tersebut hanya dapat digugat melalui Mahkamah Konstitusi (MK) ataupun keputusan politik DPR.

"Jadi melanggar hukum sebetulnya putusan ini, melanggar konstitusi bahkan," kata Bivitri yang dilansir dari CNNIndonesia, Kamis (2/3).

Bivitri mengaku heran bahwa seharusnya sejak awal Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak perkara partai besutan Agus Jabo Priyono tersebut karena bukan kewenangannya.

"Tapi PN apalagi untuk kasus perdata ini tidak bisa memutuskan seperti ini. Jadi memang keliru ini, saya kira harus diramaikan, karena kita harus cek kenapa hakim bisa memutus seperti ini," kata dia.

"KPU harus banding dan bagaimana kita harus mempengaruhi hakim banding supaya bisa mengoreksi putusan PN, karena seharusnya tidak dapat diterima. Dan hakim menurut saya bisa disanksi, karena dia memutus sesuatu yang melanggar kewenangannya, bisa kena sanksi etik," ujar Bivitri.

Baca Juga: Program 'Jaksa Menjawab' Kejari Dumai Bahas Pencegahan Mafia Tanah Bersama Kantor BPN

 

 

Editor: Bilhaqi Amjada A'araf

Sumber: CNN Indonesia

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Temuan Takjil Mengandung Boraks di Pasar Ramadan

Selasa, 28 Maret 2023 | 15:00 WIB

Kasus TBC di Malaysia Naik 17 Persen

Jumat, 24 Maret 2023 | 14:31 WIB
X