Oleh: Ela Malita Krismon, Riska Safitri, dan Sony Dermawan*
HALUANRIAU.CO, PEKANBARU - Seiring perkembangan zaman, pelaksanaan swamedikasi semakin banyak dilakukan oleh berbagai kalangan masyarakat, tidak hanya di kalangan akademisi. Pengetahuan masyarakat tentang hidup sehat dan berbagai macam penyakit serta iklan dari media menjadi faktor meningkatnya praktik swamedikasi (Osemene & Lamikanra, 2012). Swamedikasi merupakan upaya masyarakat untuk mengobati dirinya sendiri (Depkes RI, 2006).
WHO mendefinisikan swamedikasi sebagai pemilihan dan penggunaan obat modern, maupun obat tradisional oleh seorang individu untuk mengatasi gejala dan penyakit (WHO, 1998). BPS pada tahun 2017 mencatat terdapat 69,43% penduduk Indonesia yang melakukan swamedikasi dibandingkan penduduk yang berobat jalan 46,32%, dan meningkat dari tahun 2016 sebanyak 63,77%. (BPS, 2017).
Peningkatan praktik swamedikasi perlu mendapat perhatian dan evaluasi karena upaya swamedikasi memungkinkan terjadinya medication error (kesalahan pengobatan). Salah satu penyebabnya adalah keterbatasan pengetahuan masyarakat tentang penggunaan obat, walaupun masyarakat dapat mengakses informasi tentang pengobatan secara bebas.
Masalah yang sering terjadi pada praktik swamedikasi adalah dosis yang berlebihan, durasi pemakaian obat, adanya interaksi obat dan sebagainya. Swamedikasi yang rasional (tepat diagnosis, tepat obat, tepat indikasi, tepat dosis), dapat menyebabkan resistensi terhadap bakteri serta meningkatnya morbiditas (Osemene & Lamikanra, 2012).
Berdasarkan data Riskesdas 2013, rumah tangga yang menyimpan obat untuk pengobatan sendiri. Sejumlah 103.860 (35,2%) dari 294.959 Rumah tangga di Indonesia menyimpan obat swamedikasi. Proporsi rumah tangga yang menyimpan obat keras 35,7% dan antibiotika 27,8%. Terdapat obat keras dan antibiotika untuk swamedikasi menunjukkan penggunaan obat yang tidak rasional.
Selain itu, 81,9% rumah tangga menyimpan obat keras dan 86,1% rumah tangga menyimpan antibiotika yang diperoleh tanpa resep (Kemenkes RI, 2015). Masyarakat memilih swamedikasi karena menghemat waktu yang dari pada harus menunggu dokter, bahkan menyelamatkan nyawa dalam kondisi akut dan mungkin berkontribusi untuk menurunkan biaya perawatan kesehatan (Eticha & Mesfin, 2014).
Pengetahuan mengenai obat-obatan sangatlah bermanfaat besar, karena obat selain bisa sebagai penyembuh dari sakit juga bisa berpotensi untuk mendatangkan malapetaka. Oleh karena itu semakin lengkap pengetahuan tentang obat dan bagaimana cara menggunakannya secara tepat dan aman, maka masyarakat akan lebih banyak memetik manfaatnya. Masyarakat yang memutuskan untuk tidak perlu ke dokter tetapi tidak tahu jenis obat yang harus dibeli, selayaknya kita bertanya kepada apoteker di apotek terutama untuk obat tanpa resep dokter.
Berdasarkan PP No.51 2009, pekerjaan kefarmasian adalah perbuatan meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian, pengelolaan obat, pelayanan obat resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat dan obat tradisional (PP No. 51, 2009).
Apoteker memiliki peran dan tanggung jawab yang besar salah satunya pemberian informasi obat pada masyarakat yang melakukan swamedikasi. Apoteker diharapkan memberikan pelayanan swamedikasi yang sesuai untuk menjamin keamanan dan keefektifan penggunaan obat serta mencegah kesalahan pengobatan pada pelaksanaan swamedikasi.
Di samping konseling dalam farmakoterapi, apoteker juga memiliki tanggung jawab lain yang lebih luas dalam swamedikasi. Sesuai pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh IPF (International Pharmaceutical Federation) dan WMI (World Self-Medication Industry) tentang swamedikasi yang bertanggung jawab (Responsible Self-Medication) dinyatakan sebagai berikut:
- Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk memberikan nasehat dan informasi yang benar, cukup dan objektif tentang swamedikasi dan semua produk yang tersedia untuk swamedikasi.
- Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk merekomendasikan kepada pasien agar segera mencari nasehat medis yang diperlukan, apabila dipertimbangkan swamedikasi tidak mencukupi.
- Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk memberikan laporan kepada lembaga pemerintah yang berwenang, dan untuk menginformasikan kepada produsen obat yang bersangkutan, mengenai efek tak dikehendaki (adverse reaction) yang terjadi pada pasien yang menggunakan obat tersebut dalam swamedikasi.
- Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk mendorong anggota masyarakat agar memperlakukan obat sebagai produk khusus yang harus dipergunakan dan disimpan secara hati-hati, dan tidak boleh dipergunakan tanpa indikasi yang jelas.
Selain melayani konsumen secara bertatap muka di apotek, apoteker juga dapat melayani konsumen jarak jauh yang ingin mendapatkan informasi atau berkonsultasi mengenai pengobatan sendiri. Suatu cara yang paling praktis dan mengikuti kemajuan zaman adalah dengan membuka layanan informasi obat melalui internet atau melalui telepon.
Slogan “Kenali Obat Anda”. “Tanyakan Kepada Apoteker” kini semakin memasyarakat. Apoteker sudah semestinya memberikan respons yang baik dan memuaskan dengan memberikan pelayanan kefarmasian yang profesional dan berkualitas dengan merespon keluhan yang disampaikan oleh pasien saat melakukan swamedikasi. Peran apoteker memberikan solusi terhadap masalah pasien dan memberikan informasi tentang obat swamedikasi.
Apoteker mempunyai tanggung jawab yang besar terkait obat, salah satunya menjamin penggunaan obat yang rasional bagi masyarakat serta menjamin keamanan dan efektifitas obat agar dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Hal ini dikarenakan apoteker adalah satu-satunya profesi kesehatan yang berinteraksi langsung dengan pasien mengenai penyakit yang dianggap ringan bagi masyarakat. Peran apoteker akan terus dibutuhkan seiring dengan meningkatkannya perilaku swamedikasi dalam masyarakat.
Artikel Terkait
Timbun Obat Covid-19, 24 Perawat dan Apoteker Diringkus Polisi
Peran Apoteker Puskesmas dalam Edukasi Obat di Masa Pandemi Covid-19
Peran Apoteker dalam Pemberian Edukasi Vaksin Covid-19