Melalui Mekanisme Restorative Justice, Kejari Indragiri Hulu Hentikan Penuntutan Dua Perkara

- Selasa, 5 April 2022 | 22:04 WIB
Kajari Furkon Syah Lubis didampingi Kasi Pidum Albert dan Jaksa Andi Syahputra Sinaga menyaksikan penandatanganan SKP2 oleh terdakwa Qori Pratama
Kajari Furkon Syah Lubis didampingi Kasi Pidum Albert dan Jaksa Andi Syahputra Sinaga menyaksikan penandatanganan SKP2 oleh terdakwa Qori Pratama

HALUANRIAU.CO, INHU - Upaya Kejaksaan Negeri Indragiri Hulu dengan memfasilitasi perdamaian antara terdakwa dengan korbannya, membuahkan hasil. Yakni, dengan dihentikannya proses penuntutan terdakwa dengan mekanisme restorative justice atau keadilan restoratif.

Penghentian penuntutan melalui RJ dilakukan tidak untuk satu perkara saja. Melainkan dua perkara tindak pidana umum.

Saat dikonfirmasi, Kepala Kejari Inhu Furkon Syah Lubis membenarkan hal tersebut. Dikatakan Kajari, penghentian penuntutan tersebut ditandai dengan diserahkannya Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2).

Untuk perkara yang pertama, kata Kajari, adalah dugaan Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga dengan terdakwa Qori Pratama. Dia disangkakan melanggar Pasal 44 ayat (1) Undang-undang (UU) RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

"Penyerahan SKP2-nya dilakukan tadi sore," ujar Kajari Inhu, Furkon Syah Lubis, Selasa (5/4).

Sehari sebelumnya, lanjut Kajari, pihaknya menghentikan proses penuntutan terhadap terdakwa Erlianus Waruwu. Terdakwa yang memiliki nama lain Erik Waruwu itu disangkakan melakukan tindak pidana penganiayaan sebagaimana diatur dalam Pasal 351 ayat (1) KUHP.

Lanjut Kajari, dua perkara tersebut diselesaikan melalui mekanisme RJ. Dimana sebelumnya telah tercapainya perdamaian antar pihak dalam masing-masing perkara.

"Yang menjadi fasilitator yakni Jaksa Penuntut Umum Andi Sahputra Sinaga dalam perkara Tindak Pidana KDRT atas nama terdakwa Qori Pratama, dan Jaksa Dolly Arman Hutapea, dalam perkara Tindak Pidana Penganiayaan atas nama terdakwa Erlianus Waruwu," lanjut Furkon.

Kedua Jaksa itu, kata Kajari, mengupayakan penyelesaian perkara tindak pidana sebagaimana dimaksud melalui mekanisme RJ berdasarkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Lanjut dia, penetapan penghentian penuntutan itu dilakukan setelah ekspos yang dilaksanakan pada hari Kamis (31/3) kemarin, dan mendapat persetujuan dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum untuk diselesaikan melalui mekanisme RJ.

"Setelah dilakukan ekspos kepada Jampidum, permohonan RJ terhadap dua perkara tersebut disetujui. Kemudian kita tindaklanjuti dengan mengeluarkan SKP2," tandas Koordinator pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau itu.

Terpisah, Albert menambahkan, dua perkara tersebut sebelumnya ditangani penyidik kepolisian. Dimana perkara KDRT ditangani Polsek Lubuk Batu Jaya, dan penganiayaan ditangani Polsek Kelayang

"Kedua kasus tersebut melibatkan tokoh masyarakat atau adat setempat sehingga lebih mengutamakan kearifan lokal sesuai petunjuk Jaksa Agung," kata Kepala Seksi (Kasi) Pidana Umum (Pidum) Kejari Inhu.

Albert kemudian memaparkan syarat suatu perkara bisa dihentikan proses penuntutan melalui mekanisme RJ. Di antaranya, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana yang ancaman pidana denda atau tidak lebih dari 5 tahun penjara. Lalu, adanya perdamaian antara korban dengan tersangka.

"Begitu juga korban dan pelaku sudah sepakat tak lagi melanjutkan kasus tersebut," jelas Albert.

Halaman:

Editor: Dodi Ferdian

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X