HALUANRIAU.CO, PEKANBARU - Aktivitas pembongkaran minyak goreng milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT Perkebunan Nasional (PTPN) di Kompleks Pergudangan Avian Pekanbaru, Sabtu (25/4) pagi, nyaris gagal. Itu dikarenakan tingginya upah bongkar yang diminta serikat pekerja di sana kepada pihak penyalur.
Padahal minyak goreng tersebut diperuntukkan untuk memenuhi menjamin ketersediaan dan harga bahan pokok itu di Provinsi Riau selama Bulan Ramadan. Adapun minyak goreng itu bermerek Salvaco yang diproduksi di Medan, Sumatra Utara (Sumut).
Terkait kejadian itu kemudian viral di media sosial. Seperti yang diunggah oleh akun Facebook Forda Ukm, Sabtu pagi sekitar pukul 8.30 WIB. Dalam statusnya, Forda Ukm Riau menuliskan jika Kota Pekanbaru sudah menjadi sarang preman pemerasan. Pembongkaran minyak makan (minyak goreng, red) di Pergudangan Avian Pekanbaru batal karena biaya bongkar selangit.
Akun Forda Ukm Riau juga menuliskan hastag Presiden Jokowi, Kepolri, Kapolda Riau, dan Kapolresta Pekanbaru.
Saat dikonfirmasi, General Manager (GM) PT Victory, Husin Bijaya membenarkan hal tersebut. Dikatakan dia, kejadian tersebut terjadi pada Sabtu pagi. Saat itu, pihaknya selaku distributor hendak menempatkan 2 ribu karton minyak goreng merek Salvaco di salah satu gudang di kompleks pergudangan yang beralamat di Jalan MR SM Amin, Pekanbaru. Masing-masing karton berisikan 12 liter minyak goreng.
"Kita sudah jelaskan (ke serikat pekerja di sana). Minyak ini emang bukan bantuan, tapi itu kan marginnya sudah terlalu tipis, karena untuk menstabilkan harga. Biasanya saat bulan puasa seperti ini, permintaan terhadap minyak goreng tinggi," ujar Husin saat dihubungi melalui sambungan telepon.
Untuk membongkar, serikat pekerja meminta upah sebesar Rp1 juta. Hal ini terang membuat pihak penyalur keberatan.
"Di sana udah disampaikan (minyak goreng) itu punya BUMN. Jangan lah dihitung Rp1 juta. Kita tawar Rp800 ribu. Mereka tidak mengizinkan. Tetap (meminta) Rp1 juta," lanjut dia.
Karena tidak ada kata sepakat, pihak penyalur berkeinginan membongkar sendiri ribuan kotak minyak goreng tersebut. Namun tetap tidak diizinkan.
"Kata mereka (serikat pekerja, red), itu wilayah mereka," sebut Husin.
Dikhawatirkan akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, pihak pengelola gudang akhirnya bersedia menambah upah bongkar sebesar Rp200 ribu. Sehingga proses pembongkaran pun bisa dilakukan.
Hal ini sangat disayangkannya. Menurut dia, dengan tingginya upah bongkar itu akan berdampak pada konsumen.
"Kalau berat terhadap kita selaku pengusaha, otomatis dampaknya ke konsumen akhir. Karena ini minyak, kebutuhan masyarakat, jangan lah terlalu mahal. Kita pun ngerti kalau mereka siapin tenaga," tutur Husin.
Untuk itu, dia berharap agar ke depannya harus ada kesepakatan antara pihak penyalur dengan serikat pekerja. Jangan ada unsur pemaksaan dalam aktivitas pembongkaran barang.
"Minyak itu bagian dari sembako. Kasih la toleransi. Kalau misalnya seperti deterjen, yang punya nilai jual mahal, lebih punya margin, tak apa lah. Atau obat-obatan. Mungkin satu truk itu nilainya Rp1 miliar," pungkas Husin.
Penulis : Dodi Ferdian